MAKASSAR – Desakan para ketua DPD II Golkar se-Sulsel yang meminta agar Syahrul Yasin Limpo (SYL) maju di Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Sulsel untuk periode kedua, tersandung dengan keluarnya Peraturan Organisasi (PO) Golkar yang mengatur soal musda dan pilkada.
PO Golkar tentang petunjuk pelaksanaan (juklak) yang mengatur soal ketentuan musda itu, berisi larangan bagi ketua DPD yang akan maju jika memiliki keluarga aktif di partai lain.
Seperti diketahui, SYL memiliki putri sulung yang aktif di PAN dan menjadi anggota DPR RI, yakni Indira Chunda Thita Syahrul. Tak hanya itu, istri ketua Golkar Sidrap Rusdi Masse juga tercatat sebagai kader PPP. Hj Fatmawati Rusdi bahkan tercatat sebagai anggota Fraksi PPP DPR RI hasil Pileg 9 April 2014 lalu.
Menurut Ketua Harian DPP Golkar, HAM Nurdin Halid, aturan ini dibuat agar para ketua DPD serius bekerja serta maksimal mendulang suara, baik di pileg maupun di pilkada. “Kita ingin kader semakin konsentrasi di satu partai. Jika saya ketua Golkar misalnya, istri atau anak saya di partai lain, bagaimana saya bisa fokus untuk Golkar? Faktornya salah satunya banyak ketua Golkar yang bupati, yang istri dan keluarganya ada di mana-mana sehingga saat pileg menjadi tidak fokus untuk Golkar,” jelas Nurdin.
Sekadar diketahui, dua adik Nurdin juga menjadi tokoh sentral di Partai Hanura, yakni Rahman Halid yang pernah tercatat sebagai anggota DPR RI, serta Sekretaris DPD Hanura Sulsel, Waris Halid.
Wakil Ketua DPD I Golkar Sulsel, Arfandy Idris yang dimintai tanggapannya soal lahirnya PO yang terkesan menjegal SYL untuk kembali menahkodai beringin di Sulsel, menyatakan tidak ada masalah SYL dengan PO tersebut. Menurutnya, ada satu poin yang menguntungkan SYL, yakni punya prestasi.
“Jadi tidak adaji masalah dengan Pak Syahrul. Karena adaji keterangan lainnya, misalnya karena punya prestasi dan Pak Syahrul itu masuk dalam kategori tersebut,” ujar Arfandy melalui ponselnya, Selasa (14/6).
Mantan sekretaris DPD I di era kepemimpinan HM Amin Syam ini, menegaskan bila juklak itu berlaku pada musda secara nasional, dan bukan untuk menjegal SYL.
“Masa’ ada aturan yang hanya untuk satu orang saja. Terlalu naif juga kalau aturan dalam juklak tersebut yang berlaku secara nasional tapi hanya ditujukan untuk Pak Syahrul,” tandasnya.
Ironisnya, Sekjen DPP Golkar, Idrus Marham yang dimintai tanggapannya soal PO, tersebut mengaku belum mengetahui persis poin dimaksud dalam juklak musda. “Saya kurang sehat. Saya cari tahu dulu ke pengurus DPP lain soal aturan tersebut,” ujarnya.
Dosen politik dari Universitas Bosowa 45, Dr Arief Wicaksono memberi penilaian berbeda dengan Arfandi Idris. Menurut ARief, di akhir masa jabatannya, SYL justru memperlihatkan betapa lemahnya koordinasi kekuatan Golkar di Sulsel. Buktinya, Golkar kehilangan beberapa kursi kepala daerah, bahkan kursi di legislatif.
“Jika SYL masih ingin memimpin Golkar, maka dia harus berani berinovasi memperbaiki Golkar. Tapi jika SYL tidak ingin lagi memimpin Golkar, maka beliau harus mewariskan kekuatan yang dulu pernah dimiliki Golkar Sulsel kepemimpin yang baru,” jelas Arief.
Hasil Pileg 9 April lalu, Golkar kehilangan delapan posisi ketua DPRD yakni Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Maros, Soppeng, Toraja Utara, Pinrang dan Enrekang. Sementara di pilbup lalu, usungan Golkar hanya menang di Soppeng dari 11 daerah yang menggelar pilbup.
Discussion about this post