Opini
Makassar Kapan Jadi Kota Dunia?

Oleh : Syafril Rahmat
Kota Makassar hari ini merayakan ulang tahunnya ke-412. Seperti tahun sebelumnya, perayaannya digelar dalam bentuk acara seremonial.
Para pegawai, pejabat dan para tamu undangan kompak mengenakan pakaian adat. Sejumlah prestasi pemerintah disampaikan di perayaan itu. Tak lupa beberapa kekurangan yang masih terhambat sejumlah kendala.
Sepanjang perjalanannya, kota Makassar sudah banyak berbenah. Hal itu tak lepas dari capaian visi Makassar menuju kota dunia.
Menyatukan sebuah visi untuk kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1,5 juta dengan latar belakang berbeda-beda memang bukanlah perkara mudah.
Sebagai pintu gerbang Indonesia Timur, Makassar bak “gula” yang selalu menyimpan daya tarik para kaum urban.
Kesenjangan sosial, ekonomi, infrastrukur, kemacetan, banjir, dampak lingkungan dan keamanan, menjadi persoalan yang selalu timbul bila mana pertumbuhan kota tanpa dibarengi tata kelola yang baik.
Pesatnya pembangunan dan perkembangan teknologi adalah hal yang juga tak bisa dihindarkan. Demi mencapai visi Makassar menuju kota dunia, pemerintah kemudian menerapkan konsep kota pintar (Smart City), sebagaimana konsep yang diterapkan kota-kota di negara maju.
Kota dunia memiliki kriteria. Tak hanya berpatokan pada megahnya gedung pencakar langit, tapi juga konsep tata ruang wilayah yang jelas serta fasilitas umum bertaraf internasional.
Pelayanan pemerintah kepada masyarakat dalam konsep kota dunia harus merujuk pada manfaat pengunaan standar kota pintar.
Sedianya, wacana kota dunia sudah bergulir sejak kepemimpinan mantan Wali Kota Makassar dua periode Ilham Arief Sirajuddin dan dilanjutkan mantan Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto hingga kepemimpinan Iqbal Suhaeb sebagai penjabat wali kota saat ini.
Mantan Wali Kota Makassar, Ramdhan Pomanto, mengawali visi kota dunia dengan program yang diberi nama Sombere Smart City.
Konsep internet of things, artificial intelligence, dan big data di Makassar dengan tetap memperhatikan budaya lokal adalah bagian dari program itu.
Sejalan dengan Pejabat Wali Kota Makassar, Iqbal Suhaeb yang tetap melihat pentingnya pemberdayaan masyarakat (Public Empowerment) dalam membangun kota pintar di Makassar.
Iqbal menilai, teknologi hanyalah tools, namun yang utama adalah aktualisasi potensi masyarakat selaku aktor dalam setiap proses pembangunan.
Lalu pertanyaannya, sudah sejauh mana program Smart City dirasakan manfaatnya oleh masyarakat?
Bisa jadi belum sampai pada taraf kota dunia yang ada pada umumnya, namun upaya mengarah ke sana sudah bisa dilihat.
Konsep kota dunia tak hanya menjadi tugas pemimpin saat ini, namun bagi para pemimpin Makassar di masa mendatang.
Terlepas dari itu semua, kita juga berharap kota dunia yang menjadi impian semua warga tak menghilangkan karakteristik budaya atau kearifan lokalnya. (Penulis adalah Pemimpin Redaksi MakassarToday)