Tekno
Kembali Heboh, Berikut Fakta di Balik Agama Googlisme

Makassartoday.com, Makassar – Ada agama yang disebut Googlisme, di mana pengikutnya percaya bahwa Google adalah Tuhan, dan Gereja Google mendukungnya.
Begitu cuitan akun Twitter bernama @Games_Mixx pada unduhan foto yang memuat gambar seorang pria bersujud depan batu reklame Google yang ada di halaman kantor perusahaan mesin pencari terbesar di dunia tersebut.
Pengguna media sosial mengklaim agama alami yang disebut Googlisme, didukung oleh Gereja Google.
Beberapa hari terakhir, sejumlah akun gosip di Instagram juga ikut memosting foto tersebut dan kembali menjadi perbincangan di kalangan netizen.
Postingan menambahkan bahwa sekelompok orang menganggap mesin pencari Google sebagai Tuhan, dan alasannya adalah karena mesin itu berisi segalanya dan mengetahui segalanya. Agama itu disebut Googlisme. Klaim itu sudah ada sejak tahun 2020.
Tim Misbar yang merupakan platform pemeriksa fakta independen pada 14 Maret 2021 telah menyatakan, bahwa konsep agama terorganisir yang disebut Googlisme adalah satir.
Mereka percaya bahwa agama adalah kepercayaan pribadi, dan beberapa orang mungkin percaya bahwa Google adalah Tuhan.
Situs web Church of Google menjelaskan dasar-dasar agama, seperti perintah, hujjah, dan doa. Situs web tersebut juga menjelaskan bahwa The Church of Google atau ‘Googlism’ adalah “agama parodi” yang didirikan oleh Matt MacPherson pada tahun 2009, seperti terlihat pada gambar di bawah.
Penelusuran gambar terbalik Tinyeye dan Google mengungkapkan bahwa gambar yang beredar pertama kali diposting di internet pada tahun 2013.
Pada Februari 2013, diposting di sini, terkait dengan Google sebagai Tuhan tetapi tidak dengan situs web Gereja Google, juga tidak menyebutkan Googlisme. Namun, tampaknya lebih sering dikaitkan dengan pemasaran digital, fungsi pengoptimalan mesin telusur (SEO) yang dilakukan di mesin telusur seperti Google, salah satu postingan paling awal pada bulan April 2013 seperti yang terlihat di bawah (pojok kanan bawah). Oleh karena itu mengingat konteksnya, tim Misbar menilai klaim tersebut sebagai sindiran.
Editor: Ariel