Cinema
KHAS: Film Indonesia Sudah Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Setelah pandemi yang memukul segala sektor ekonomi di seluruh dunia selama hampir 3 tahun, bioskop di Indonesia melakukan rebound dengan sangat gemilang. Diawali dengan pecahnya rekor “Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1” yang telah bertahan selama 6 tahun dengan pencapaian 6,8 juta penonton. “KKN di Desa Penari” membuat sejarah dengan pencapaian 9,2 juta penonton saat beredar jelang Lebaran 2022. Dan rekor ini kembali dipecahkan di akhir tahun setelah MD Pictures merilis versi extended-nya dan kini “KKN di Desa Penari” mengukir prestasi sebagai film Indonesia pertama sepanjang sejarah yang meraih 10 juta penonton.
Dan berikutnya juga terjadi pemecahan rekor dari segi total jumlah penonton film Indonesia dalam satu tahun. Menurut catatan pengamat film, Yan Widjaya, di tahun 2019 tercatat ada 140 film Indonesia yang beredar di bioskop. Dan tahun itu membuat rekor tertinggi jumlah penonton dengan total 51 juta penonton selama setahun. Setelah 3 tahun berlalu, rekor tersebut juga dipecahkan tahun ini dengan lebih sedikit film yang beredar di bioskop. Tahun ini tercatat hanya sekitar 90 judul film yang beredar namun beroleh 53 juta penonton.
Dengan total jumlah tiket terjual di bioskop Indonesia sebanyak 96 juta lembar tiket menurut catatan Bicara Box Office, maka sah bahwa tahun lalu film Indonesia menguasai 57% box office dan sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Tentu saja ini pencapaian menggembirakan. Begitupun juga perlu melakukan sejumlah hal agar pencapaian tersebut bisa terus ditingkatkan setiap tahunnya.
Sebagai salah satu pelaku industri, saya mencatat sejumlah hal yang bisa dilakukan demi mencapai target tersebut.
1. KEBERANIAN MENGEDEPANKAN CERITA ASLI
Dari 15 film Indonesia terlaris tahun lalu hanya ada 4 judul yang berangkat dari cerita asli. Masing-masing “Ngeri-Ngeri Sedap”, “Mencuri Raden Saleh”, “Qodrat” dan “Qorin”. Begitupun keempatnya beroleh pencapaian penonton dengan jumlah yang mengesankan. Artinya terbuka peluang besar bagi pasar untuk menyerap lebih banyak lagi cerita-cerita asli yang dibuat dengan craftmanship yang terjaga.
2. KEBERANIAN MENGEDEPANKAN TEMA-TEMA BARU
“Mencuri Raden Saleh” mencuri perhatian penonton tahun lalu dengan kebaruan temanya untuk industri film nasional. Tema-tema pencurian rasanya belum pernah digarap oleh sineas negeri ini dan Visinema Pictures menggarapnya dengan total dan mengerahkan segala aspek dari desain produksi hingga promosi ke level maksimal. Dan hasilnya “Mencuri Raden Saleh” beroleh lebih dari 2,3 juta penonton.
Tahun lalu memang tahunnya horor namun disuguhi tontonan dari genre yang sama dengan sedikit sekali inovasi dalam jumlah besar lama kelamaan akan membuat penonton bosan dan beralih ke tema-tema lainnya yang jarang digarap seperti tema heist.
3. KEBERANIAN BERCERITA DENGAN CARA BERBEDA
Dengan sebegitu banyaknya serbuan film horor tahun lalu, “Qodrat” yang berangkat dari cerita asli menonjol karena keberaniannya bercerita dengan cara yang berbeda. Sisi agama yang biasanya terpinggirkan di film horor kiwari justru ditonjolkan sangat erat di film besutan Charles Gozali itu.
“Qodrat” juga menjadi titik balik dari film horor dengan cerita jadul dengan kemasan modern yang tampaknya disukai penonton yang mungkin mulai bosan dengan cerita yang begitu-begitu saja.
4. KEBERANIAN MEMPRODUKSI FILM DENGAN BIAYA LEBIH BESAR
Jika mencermati daftar 15 film Indonesia terlaris kita bisa mengungkap satu fakta yang jelas: bahwa kesemuanya diproduksi tidak dengan biaya murah. Keseluruhan judul diproduksi dengan biaya produksi dan promosi minimal 3 milyar rupiah. Hasilnya jelas: secara teknis film naik level berlipat-lipat dari generasi sebelumnya.
Dan tak ada lagi istilah memproduksi film horor karena dianggap murah. Dan anggapan tersebut sebenarnya salah besar. Karena film horor justru bersandar betul pada aspek teknis visual dan suara yang memang perlu dibuat mumpuni demi memuaskan penonton. Dengan cara ini, film Indonesia bisa terhindar dari “pedagang film” yang memproduksi film hanya sekedar mencari untung belaka tanpa mempedulikan sustainability dari industrinya beberapa tahun ke depan.
5. KEBERANIAN MEMBERI PELUANG PADA RUMAH PRODUKSI BARU
Imajinari/Kathanika Studio, IDN Pictures dan Lyto Pictures adalah 3 rumah produksi yang tergolong baru dan berhasil menembus daftar 15 film Indonesia terlaris tahun ini. Artinya pihak bioskop selaku eksibitor semakin membuka peluang bagi rumah-rumah produksi baru untuk menggenjot produksi film dengan cerita-cerita menarik dan dengan kualitas baik.
Dan industri memang akan semakin sehat jika daftar film terlaris tak hanya dikuasai oleh rumah-rumah produksi yang sudah berkecimpung puluhan tahun dan memproduksi sekian banyak film setiap tahunnya.
6. KEBERANIAN MENGGUNAKAN PEMAIN DENGAN AKTING TERBAIK – BUKAN DENGAN FOLLOWERS TERBANYAK
Hingga saat ini masih beredar anggapan di industri bahwa pemain dengan jumlah followers banyak di social media akan mengkonversi jumlah pengikutnya menjadi jumlah penonton di bioskop. Dan anggapan ini ternyata tidak cukup valid jika melihat daftar 15 film Indonesia terlaris tahun ini.
“Ngeri-Ngeri Sedap” mengedepankan 2 aktor/aktris dengan usia yang tak lagi muda, Arswendy Bening Swara dan Tika Panggabean. Keduanya juga tak punya pngikut jutaan di social media. Tapi toh berkat akting keduanya yang matang dan padu membuat filmnya menjadi favorit penonton dan beroleh lebih dari 2,8 juta penonton.
“Qorin” yang berangkat dari cerita asli juga berani menggunakan pemain tanpa pengikut jutaan di social media. Dan tetap saja beroleh perhatian dari penonton karena kecerdikannya menggunakan isu yang relevan di tengah masyarakat.

Dok: IDN Pictures
7. KEBERANIAN MEMBUKA PELUANG PADA FILM DAERAH
Di tahun 2016 film Makassar berjudul “Uang Panai” menjadi pembicaraan nasional. Tanpa diduga film yang diputar dengan layar sangat terbatas itu bisa mengumpulkan jumlah penonton melebihi 600 ribu orang. Bandingkan dengan film nasional yang beroleh ratusan layar namun melempem dengan pendapatan penonton bahkan kurang dari 10 ribu orang.
Dan penonton juga punya kerinduan menyaksikan nuansa kedaerahan di bioskop karena mungkin sudah bosan dengan segala hal serba Jakarta dan Jawa di sekian banyak film. Indonesia punya banyak hal untuk dieksplorasi dan rasanya penonton kita semakin siap dengan keberagaman tema dan cerita dengan catatan film-film daerah diproduksi dengan kualitas yang lebih baik dan dipromosikan dengan lebih gencar dibanding sebelumnya.
-
Hukum & Kriminal5 days ago
Resmob Polda Sulsel Ciduk Sindikat Curanmor dan Sita 20 Unit Motor Curian
-
Sulsel1 week ago
Dishub Sulsel Prediksi 5 Jembatan Lain Bisa Bernasib Sama dengan Bojo
-
Nasional1 week ago
Inpres Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah Terbit, Morowali Masuk Prioritas
-
Cinema1 week ago
“Sewu Dino” Bakal Lebih “Pecah” Dari “KKN Di Desa Penari”?
-
Sulsel19 hours ago
Danny Pomanto Lantik 220 ASN Baru Pemkot Makassar
-
Sulsel7 days ago
Siap-siap, Listrik Padam Lagi Malam Ini untuk Area UP3 Makassar Selatan dan Utara
-
Inspiratif1 week ago
Tangis Haru Pecah Saat Ratusan Pelajar Ritual Cuci Kaki Ibu Jelang UAS 2023
-
Cinema1 week ago
“Like & Share” Tayang Mulai 27 April di Netflix