Cinema
RESENSI: Membuat Ulang Seharusnya Juga Menciptakan Kembali

Tahun 2017. Saya sedang dalam proses pasca produksi “SILARIANG: Cinta Yang [Tak] Direstui” dan Falcon Pictures membuat ulang film “Jomblo”.
“Jomblo” adalah proyek ulang buat dari Falcon Pictures dari film yang sukses di tahun 2006 dan meroketkan bintang-bintang baru terutama Ringgo Agus Rahman. Film yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Adhitya Mulya tersebut boleh dibilang menjadi klasik hingga Falcon Pictures memutuskan untuk membuat ulang [remake].
Apa sesungguhnya hal terpenting yang mendasari proyek remake? Buat saya sebagai sineas, seharusnya adalah keinginan untuk menciptakan ulang karya yang sudah baik dengan mempertahankan hal-hal yang baik di film sebelumnya dan memasukkan nilai-nilai relevan di saat sekarang. Dan sesungguhnya tak mudah membuat ulang. Seharusnya membuat ulang adalah juga menciptakan kembali.
Di tangan sutradara yang sama, Hanung Bramantyo, “Jomblo” versi 2017 terhitung gagal. Baik secara kualitas juga secara box office. Berselang 6 tahun setelahnya, Falcon Pictures mencoba membuat ulang film horor klasik, “Bayi Ajaib”. Dan apakah sutradara Rako Prijanto berhasil menciptakan kembali film tersebut?

Dok: Falcon Black
Sayangnya tidak. “Bayi Ajaib” berjalan dengan cerita yang setia pada sumber awalnya. Terlalu setia malah. Nyaris tak banyak hal yang diubah dari materi asli. Kisah asli maupun hasil ulang buat sama-sama menyandarkan kisahnya pada persaingan Kosim dan Dorman. Di kisah asli justru terasa lebih solid karena Dorman digambarkan bersaing dengan Kosim untuk memperebutkan posisi kepala desa. Sedang di film ulang buat, Dorman punya agenda tersendiri yang alih-alih justru tak ketahuan motivasinya untuk menggerakkan cerita hingga film berakhir.
Selain cerita yang miskin inovasi, juga tak banyak hal yang inventif bisa diperlihatkan di versi ulang buat. Genre horor kiwari tahun lalu memang diramaikan dengan 2 film, “Qodrat” dan “Inang”, yang harus diakui menaikkan pencapaian film horor yang pernah dibuat. Dengan standar pada kedua film ini, beban film horor untuk tampil inventif melebihi sebelumnya.
Tapi kebutuhan menjadi inventif seharusnya memang selalu ada pada setiap film yang digarap. Penonton menginginkan hal-hal yang segar dan baru dilihatnya setiap kali menyimak film/serial/miniseri. Jika tak ada kebaruan cerita, minimal ada pencapaian teknis yang memikat. “Inang” yang datang sebagai horor dengan komentar sosial menyodorkan pendekatan baru yang menarik pada penonton sementara “Qodrat” tampil maksimal dengan pencapaian teknis yang belum pernah digapai film horor lokal sebelumnya.
“Bayi Ajaib” juga tak mencoba inventif dari segi pencapaian teknis. Tak ada hal luar biasa yang kita lihat sepanjang durasi film. Yang tampak adalah trik demi trik yang mungkin sudah kita lihat di puluhan film horor sebelumnya. Dan kita bosan ditakut-takuti dengan cara yang sama yang membuatnya jadi tak menakutkan lagi. Sayang sekali memang jika “Bayi Ajaib” yang inventif ketika lahir pertama kali malah sekedar mengulang formula ketika dibuat ulang 40 tahun kemudian.
Padahal “Bayi Ajaib” punya trio aktor yang bermain cemerlang: Vino G Bastian, Adipati Dolken dan Teuku Rifnu Wikana. Dan kecemerlangan mereka pun tak mampu menyelamatkan film dari penonton yang kecewa.
Padahal “Bayi Ajaib” juga punya Alim Sudio yang menulis skenarionya. Sebelumnya Alim sukses besar ketika menulis ulang skenario 2 proyek remake, “Miracle in Cell No 7” dan “Perfect Strangers”. Ke mana daya penciptaan ulang dari Alim yang terlihat di 2 film tersebut namun tak tampak sama sekali di “Bayi Ajaib”?
Mungkin memang tak semua film perlu dibuat ulang. Mungkin memang tak semua film perlu diciptakan kembali. Mungkin memang ada sejumlah film yang hanya perlu sekali dibuat untuk menjadi legenda selamanya. Seperti “Bayi Ajaib” versi 1982 yang akan selalu dikenang dengan bayi berkepala orangtua yang mengerikan dan kemunculannya dari dalam toilet yang sudah menjadi mimpi buruk selama bertahun-tahun dari mereka yang melewati masa kanak-kanak di tahun 1980-an seperti saya.
BAYI AJAIB
Produser: Frederica
Sutradara: Rako Prijanto
Penulis Skenario: Alim Sudio
Pemain: Vino G Bastian, Adipati Dolken, Teuku Rifnu Wikana
ICHWAN PERSADA
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute
-
Hukum & Kriminal5 days ago
Resmob Polda Sulsel Ciduk Sindikat Curanmor dan Sita 20 Unit Motor Curian
-
Sulsel1 week ago
Dishub Sulsel Prediksi 5 Jembatan Lain Bisa Bernasib Sama dengan Bojo
-
Nasional1 week ago
Inpres Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah Terbit, Morowali Masuk Prioritas
-
Cinema1 week ago
“Sewu Dino” Bakal Lebih “Pecah” Dari “KKN Di Desa Penari”?
-
Sulsel19 hours ago
Danny Pomanto Lantik 220 ASN Baru Pemkot Makassar
-
Sulsel7 days ago
Siap-siap, Listrik Padam Lagi Malam Ini untuk Area UP3 Makassar Selatan dan Utara
-
Inspiratif1 week ago
Tangis Haru Pecah Saat Ratusan Pelajar Ritual Cuci Kaki Ibu Jelang UAS 2023
-
Cinema1 week ago
“Like & Share” Tayang Mulai 27 April di Netflix