Hukum & Kriminal
Belum Ada Tersangka, Kuasa Hukum Keluarga Virendy Surati Kapolda Sulsel

Makassartoday.com, Makassar – Kuasa hukum keluarga almarhum Virendy Marjefy Wehantouw (19) melayangkan surat ke Kapolda Sulsel, guna meminta bantuan keadilan dan penegakan hukum atas apa yang menimpah kliennya.
Almarhum Virendy merupakan calon anggota UKM Mapala 09 Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (FT Unhas) yang meninggal saat proses Pendidikan Dasar dan Orientasi Medan (Diksar & Ormed) di Kabupaten Maros, pada Jumat (13/1/2023) malam.
Yodi Kristianto, SH, MH selaku Direktur Kantor Advokat dan Konsultasi Hukum YK & Partners, mengatakan, pihaknya mendorong agar kasus yang ditangani Polres Maros dapat diambil alih Polda Sulsel. Upaya tersebut lantaran pihaknya melihat dugaan dugaan negatif dalam proses hukum kasus kematian Virendy.
“Kami sebagai kuasa hukum keluarga Virendy telah menyurati Kapolda Sulsel dan juga Irwasda serta Propam Polda Sulsel. Surat ke Kapolda Sulsel bernomor SLP/006/YK/II/2023 tanggal 08 Februari 2023 sudah kami antar langsung dan telah diterima oleh Banum Setum Polda Sulsel, Aulia Amir,” kata Yodi Kristianto, Rabu (15/2/2023).
Dalam surat tersebut diuraikan antara lain, kuasa hukum telah menerima bukti-bukti petunjuk dari pihak keluarga berupa kejanggalan-kejanggalan atas informasi yang simpang siur diberikan pihak pengurus Mapala 09 FT Unhas tentang kronologi kejadian maupun penanganan medis terhadap diri Virendy dan diduga penuh kebohongan.
Selain itu, ungkap Yodi, sikap dan tindakan yang ditunjukkan oknum aparat penegak hukum di Polres Maros terhadap penanganan kasus ini mulai dari awal penerimaan laporan keluarga, proses penyelidikan, pernyataan di media hingga saat pelaksanaan autopsi, terindikasi adanya keberpihakkan penyidik kepada pihak Unhas dan Mapala 09 FT Unhas.
“Sudah sebulan lebih kematian Virendy berlalu. Namun hingga kini belum ada satupun tersangka yang ditetapkan pihak penyidik Polres Maros. Informasi yang diperoleh keluarga, sudah sekitar 23 orang saksi yang dilakukan klarifikasi oleh penyidik. Sementara dari pihak keluarga khususnya ayah, ibu, kakak dan kerabat yang ikut melakukan investigasi, belum pernah sekalipun diambil keterangan. Padahal hasil investigasi keluarga yang menemukan banyak kejanggalan dan petunjuk untuk menguak misteri di balik kematian Virendy, setidaknya dapat dijadikan dasar atau acuan buat penyidik dalam menginterogasi saksi-saksi dari Peserta Diksar, Pengurus Mapala 09 FT Unhas dan juga pihak Kampus/Fakultas,” bebernya.
Dihubungi terpisah, James selaku ayah kandung almarhum Virendy menjelaskan, upaya tersebut wajar mengingat pihak keluarga, kuasa hukum dan publik yang mengikuti perkembangan kasus ini, merasa geram dan menaruh rasa ketidakpercayaan terhadap proses hukum yang berjalan saat inu.
“Contohnya saja, ketika seorang kerabat keluarga pertama kali menghubungi via telepon ke Polres Maros, tentang kegiatan Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas yang telah menimbulkan korban jiwa di wilayah Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, tak ada kesigapan aparat penyidik Polres Maros yang seharusnya langsung mendatangi korban di RS Grestelina untuk mengambil keterangan awal dan menggunakan kewenangannya meminta pihak RS Grestelina melakukan visum atau autopsi terhadap jenazah almarhum yang penuh lebam, memar dan luka di beberapa bagian tubuhnya,” keluhnya.
Kemudian Sabtu siang setelah jenazah Virendy dibawa ke Perumahan Telkomas Jalan Satelit 4, No. 64, hingga keesokan hari, Minggu (15/1/2023), juga tak ada aparat penegak hukum Polres Maros yang datang untuk melihat kondisi mayat almarhum dan mengambil keterangan pihak keluarga ataupun saksi-saksi dari Pengurus Mapala 09 FT Unhas yang kerap hadir di rumah duka.
Saat itu pula, kata dia, pihaknya berharap pihak Kepolisian datang untuk selanjutnya menggunakan kewenangannya dan meminta Tim Forensik Dokpol Biddokkes Polda Sulsel melakukan visum atau autopsi sebelum jenazah almarhum dikebumikan, Viranda selaku kakak kandung Virendy di dampingi keluarga pergi ke Polres Maros dan membuat laporan polisi di SPKT Polres Maros.
“Sewaktu membuat laporan polisi dan memperlihatkan bukti-bukti foto jenazah almarhum yang penuh lebam, memar dan luka di beberapa bagian tubuhnya, sejumlah petugas di ruang SPKT Polres Maros spontan meyakini adanya unsur kekerasan yang dialami korban. Tapi anehnya saat sudah berada di lantai 2 ruang Reskrim Polres Maros, seorang oknum penyidik berpangkat perwira langsung menyampaikan bahwa pihak keluarga harus siap menerima dengan lapang dada apapun hasil dari penyelidikan nanti. Pernyataan ini jelas secara psikologis membuat keluarga langsung patah semangat,” beber James.
Dia menilai proses hukum tersebut tidak sejalan dengan slogan ‘PRESISI’ yang selalu digaungkan dan dibanggakan institusi Polri.
Viranda kakak korban sebagai seorang perempuan, tutur James, tentunya merasa ngeri mendengarkan gambaran pelaksanaan autopsi itu sehingga spontan saja menolak jika mayat adiknya hendak mengalami perlakuan demikian. Mendengar hal itu, oknum penyidik termaksud menyuruh Viranda agar memintanya segera membuat surat pernyataan keberatan dilakukan autopsi.
“Meski oknum penyidik berkali-kali menelpon atau mengirim pesan via chat whatsapp ke Viranda yang terkesan mendesak untuk segera membawa surat pernyataan keberatan dilakukan autopsi, saya tetap tidak mau membuatnya. Saya tahu hukum, sebab soal visum atau otopsi, itu merupakan kewenangan penyidik yang sudah diatur dalam pasal 133, 134 dan 135 KUHAP. Nah kalo saya membuat surat pernyataan keberatan dilakukan otopsi, kan saya bisa diancam pidana penjara sesuai pasal 222 KUHP,” papar James.
Tindakan keberpihakkan lainnya, kata James, ditunjukkan oknum penyidik Polres Maros adalah ketika membuat pernyataan dan kesimpulan sendiri di beberapa media terkait hasil visum RS Grestelina.
Kemudian saat pelaksanaan autopsi oleh Tim Forensik Dokpol Biddokkes Polda Sulsel di Pekuburan Kristen Pannara pada Kamis (26/1/2023), dimana oknum Kasat Reskrim Polres Maros kembali berulah yang awalnya berkeras tidak mengizinkan seorang wakil keluarga yang berprofesi dokter, yakni dr Johanna Wehantouw (tante kandung almarhum) untuk ikut menyaksikan jalannya pelaksanaan autopsi.
Soal hasil autopsi lapangan yang dilaksanakan di lokasi Pekuburan Kristen Pannara, dan pemeriksaan lanjutannya yang dikabarkan semula hendak dibawa ke laboratorium Unhas, dan terakhir berubah menjadi dibawa ke sebuah laboratorium swasta bukan milik Unhas tetapi dokter-dokternya, alumni Unhas yang terletak di ruko-ruko Jalan Gunung Bulusaraung, Makassar, menimbulkan keraguan bagi pihak keluarga soal hasil yang benar-benar independen dan murni tanpa rekayasa.
Dugaan keberpihakkan lainnya yang ditunjukkan oknum penyidik Polres Maros, terlihat ketika pihak keluarga mendapat petunjuk baru dan kemudian melakukan investigasi terkait dugaan lokasi kematian Virendy yang sesungguhnya bukan di daerah Tompobulu, Kabupaten Maros, melainkan di daerah Malino, Kabupaten Gowa.
Dugaan lokasi meninggalnya almarhum di Malino cukup beralasan. Sebab dari hasil investigasi yang dilakukan keluarga, banyak warga Malino yang menyaksikan rombongan peserta Diksar sekitar 10 orang mengenakan kaos seragam warna merah dan dikawal puluhan panitia serta seniornya, melintas di sepanjang jalan poros depan obyek wisata Hutan Pinus Malino pada Jumat (13/1/2023) malam, sekitar pukul 20.00-21.00 Wita.
“Jika dikaitkan dengan evakuasi jenazah Virendy yang kemudian dibawa ke RS Grestelina Makassar, maka besar kemungkinan mobil yang membawa almarhum meluncur dari Malino, Kabupaten Gowa. Sebab jika dikatakan jenazah korban dievakuasi dan dibawa dengan mobil dari Tompobulu, Kabupaten Maros, kenapa harus ke RS Grestelina ? Berapa banyak RS yang dilewati dari Maros ke Makassar,” ucap James, curiga.
Sebelumnya, Polres Maros menyebut dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan gelar perkara atas kasus tewasnya Virendy. Hal itu disampaikan oleh penyidik Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Maros, Ipda Wawan kepada wartawan, Selasa malam (14/2/2023).
Ipda Wawan dalam keterangannya mengaku rencana gelar perkara akan dilakukan di Polda Sulsel, namun terkait waktunya belum diketahui.
“Rencana kami akan lebih dulu menyurati ke pihak Polda Sulsel dulu untuk minta gelar disana, setelah gelar perkara belum ada tersangkanya, nanti ada tersangkanya setelah status kasus naik ke penyidikan,” kata IPDA Wawan.
Setelah gelar perkara dilakukan, Wawan mejelaskan pihaknya terlebih dulu meningkatkan status perkara ini dari penyelidikan naik ke penyidikan. Dan dalam proses penyidikan itu dipastikan sudah ada nama tersangka.
“Nanti kalau naik ke tahap penyidikan baru ditetapkan siapa tersangkanya, tentu dengan dua alat bukti yang cukup,” sebutnya.
Selain rencana menyurati Polda Sulsel untuk gelar perkara, Wawan juga menyebutkan pihaknya saat ini masih berfokus untuk memeriksa beberapa saksi tambahan dalam hal untuk mengklarifikasi atas kejadian kasus tewasnya Virendy.
Editor: Hajji Taruna
-
Cinema1 week ago
Mawar De Jongh dan Bryan Domani Kembali Berduet di Film “Galaksi”
-
Cinema5 days ago
Lana Condor Isi Suara Film Animasi “Teenage Kraken”
-
Cinema1 week ago
OSCAR: Film Paling Menguntungkan Dari A24, “Everything Everywhere All At Once”, Raih Film Terbaik
-
Sulsel1 week ago
Pemkot Makassar Bakal Terapkan Pendidikan Metode Gasing ke 235 Ribu Pelajar
-
Sulsel1 week ago
Jalan Pagi, Gubernur Andi Sudirman Bantu Seorang Ibu Perbaiki Ban Mobil Bocor
-
Cinema7 days ago
Film Tentang Sejarah Perusahaan Sepatu Nike “Air” Jadi Film Penutup SXSW Festival
-
Cinema2 days ago
“Sewu Dino” Bakal Lebih “Pecah” Dari “KKN Di Desa Penari”?
-
Nasional2 days ago
Inpres Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah Terbit, Morowali Masuk Prioritas