Makassartoday.com, Makassar – Sedikitnya 2 Kepala Keluarga (KK) yang bermukim di sekitar Pemakaman Islam Beroanging, Kelurahan Suangga, Kecamatan Tallo, terancam digusur oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar. Ancaman penggusuran tersebut menyusul klaim pihak DLH Kota Maakssar atas lahan yang ditempati warga sebagai asset mereka.
Diketahui sebelumnya telah beberapa kali dilakukan perundingan yang dihadiri langsung oleh warga, namun DLH bersikeras bahwa kedudukan warga Beroanging yang menempati lahan tersebut tidak memiliki dasar hukum sama sekali.
Melisa sebagai pihak advokasi warga dari LBH Makassar menilai DLH tidak menghormati fakta, bahwa warga tersebut bersama keluarganya telah hidup dan menguasai lahan sejak tahun 1981 dan terus menguasai dan memanfaatkan lahan di wilayah tersebut hingga saat ini tanpa ada protes dari pemerintah.
“Sejak terbitnya surat imbauan dari DLH untuk mengosongkan lahan yang diklaim milik pemerintah tersebut pada tanggal 1 November 2023, warga telah mendapatkan 2 kali surat peringatan dari Kelurahan Suangga. Setidaknya terdapat 11 orang warga yang akan kehilangan tempat tinggal, 3 diantaranya adalah anak usia sekolah, 4 orang perempuan dan 7 orang lainnya adalah laki-laki,” kata Melisa dalam keterangan tertulisnya kepada awak media, Kamis (21/12/2023).
Pilihan untuk tinggal di lahan yang diklaim pemerintah kota sebagai lahan pekuburan, sambungnya, tidak terlepas dari pengabaian pemenuhan hak atas tanah, hak atas pemukiman yang layak, hak atas pendidikan, Hak atas pekerjaan yang layak bagi warga yang telah hidup di wilayah tersebut selama lebih dari 20 tahun.
“Tempat tinggal yang layak merupakan hak dasar seorang warga yang pemenuhannya menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara. Alih-alih hadir meningkatkan kualitas hidup warganya, kehadiran Pemkot Makassar justru hadir dengan mengancam akan melakukan penggusuran terhadap rumah warganya. Ini merupakan tindakan aktif pelanggaran HAM yang dilakukan Pemkot Makassar,” tegasnya.
Lanjutnya, bahwa dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) Pasal 27 ditegaskan bahwa,
“Setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia”.
Lebih lanjut dalam Pasal 40 UU HAM ditegaskan bahwa, “Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak”.
“Merujuk pada Standar Norma dan Pengaturan Komnas HAM No 11 Tentang Hak Atas Tempat Tinggal yang Layak, poin ke 92, ditegaskan bahwa kewajiban negara untuk menghormati, dengan tidak melakukan praktek Penggusuran paksa tanpa konsultasi yang nyata (genuine consultation), kompensasi, dan pemukiman kembali (resettlement) yang layak merupakan pelanggaran atas kewajiban negara untuk menghormati,” tegasnya lagi.
Selanjutnya pada poin 95 dan 96 SNP Komnas HAM ini menegaskan bahwa tidak hanya menghormati, kehadiran negara juga wajib untuk melindungi HAM, dan menjamin pihak ketiga tidak boleh melanggar hak atas tempat tinggal layak. Dalam kasus warga Beroanging kehadiran Negara justru bertindak sebaliknya, bertindak aktif untuk menggusur secara paksa rumah warganya, membuat warganya akan kehilangan tempat tinggal yang layak.
“Solusi yang diberikan oleh pihak DLH terkait hak atas tempat tinggal warga yang terdampak, sangat jauh dari layanan hak dasar yaitu mendapatkan tempat tinggal sesuai standar hidup yang layak sebagaimana mandat dari Pasal 27 UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Akibat penolakan warga dengan solusi tempat tinggal yang tidak layak diberikan, juga telah menggugurkan hak-hak dasar lainnya seperti Hak atas pendidikan bagi anak-anaknya, hak atas kesehatan dan pekerjaan jika mereka tergusur. Artinya DLH sebagai lembaga negara telah melanggar hak asasi dan abai terhadap warganya,” tegas Melisa.
“Kalau pun pemerintah mengklaim wilayah tersebut adalah lahan miliknya, maka pemerintah harus menempuh upaya hukum sesuai hukum yang berlaku baik itu melalui mekanisme peradilan maupun mekanisme alternatif yang lain untuk menjamin terpenuhinya hak dasar warga terlebih dahulu, sebelum pemerintah melakukan tindakan aktif untuk melakukan penggusuran paksa,” pungkasnya.
Editor: Hajji Taruna