By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Makassar TodayMakassar TodayMakassar Today
  • NEWS
    • Metro
    • Sulawesi Selatan
    • Nasional
    • Internasional
    • Politik
    • Hukum Kriminal
  • BISNIS
    • Finance
    • Saham
    • Macro Ekonomi
    • Forex
  • HIBURAN
    • Film
    • Musik
    • Selebriti
  • LIFESTYLE
    • Health
    • Recipes
    • Travel
    • Fashion
  • OLAHRAGA
  • TEKNO
  • CITIZEN JURNALIS
  • OPINI
Reading: Skripsi Membunuh: Saat Tekanan Akademik Tak Tertahankan
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
Makassar TodayMakassar Today
Font ResizerAa
  • NEWS
  • BISNIS
  • HIBURAN
  • LIFESTYLE
  • OLAHRAGA
  • TEKNO
  • CITIZEN JURNALIS
  • OPINI
Cari Berita
  • NEWS
    • Metro
    • Sulawesi Selatan
    • Nasional
    • Internasional
    • Politik
    • Hukum Kriminal
  • BISNIS
    • Finance
    • Saham
    • Macro Ekonomi
    • Forex
  • HIBURAN
    • Film
    • Musik
    • Selebriti
  • LIFESTYLE
    • Health
    • Recipes
    • Travel
    • Fashion
  • OLAHRAGA
  • TEKNO
  • CITIZEN JURNALIS
  • OPINI
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Scroll Untuk Melihat Konten
Ad imageAd image
Makassar Today > Blog > Opini > Skripsi Membunuh: Saat Tekanan Akademik Tak Tertahankan
Opini

Skripsi Membunuh: Saat Tekanan Akademik Tak Tertahankan

admin
admin
Share
3 Min Read
Fadly Kasim
SHARE

Oleh: Fadly Kasim

Seorang dosen menuliskan kegelisahaannya di WhatsApp group terkait “Mahasiswi Nekat Terjun ke Laut Gegara Dosen Pembimbing Tak Kunjung ACC Skripsi”. Mahasiswa itu bernama Maryana yang nekat melompat dari Jembatan Dompak, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, pada Rabu (12/3/2025) sekitar pukul 14.50 WIB. Insiden mahasiswi yang nekat terjun ke laut di Tanjungpinang akibat diduga stres dengan skripsinya.

Tragedi di Tanjungpinang adalah alarm bagi kita semua. Seorang mahasiswi nekat mengakhiri hidupnya, diduga kuat karena tekanan skripsi yang tak kunjung usai. Ini bukan sekadar kisah tragis, tetapi refleksi dari realitas pahit yang dihadapi banyak mahasiswa. Skripsi, yang seharusnya menjadi puncak pencapaian akademik, telah berubah menjadi momok yang menakutkan, bahkan mematikan.

“Skripsi membunuh,” mungkin terdengar hiperbolis, tetapi bagi sebagian mahasiswa, ungkapan ini adalah kenyataan. Beban akademik yang berat, revisi yang tak berkesudahan, tenggat waktu yang mencekik, dan ketidakpastian masa depan, semua berpadu menciptakan tekanan psikologis yang luar biasa. Mahasiswa bukan hanya dituntut untuk menghasilkan karya ilmiah yang sempurna, tetapi juga bersaing mendapatkan IPK tinggi dan peluang karir yang menjanjikan. Beban ini semakin berat bagi mereka yang merasa tertinggal, yang berjuang dengan keterlambatan kelulusan.

Data penelitian pun tak bisa berbohong. Stres akademik merusak kesehatan mental dan fisik mahasiswa, memengaruhi motivasi dan kualitas belajar mereka. Perubahan psikologis dan fisiologis menjadi bukti nyata betapa dalamnya luka yang ditimbulkan oleh tekanan akademik.

Namun, siapa yang bertanggung jawab? Apakah hanya mahasiswanya? Tentu tidak. Ini adalah masalah sistemik yang membutuhkan perubahan kolektif. Institusi pendidikan harus menciptakan lingkungan belajar yang lebih suportif, dengan layanan konseling yang mudah diakses dan sistem bimbingan yang efektif. Dosen perlu lebih peka terhadap kondisi mahasiswa, memberikan dukungan yang konstruktif, bukan sekadar tuntutan tanpa empati.

Mahasiswa pun perlu dibekali keterampilan manajemen stres dan keberanian mencari bantuan. Orang tua dan masyarakat juga harus terlibat, menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental mahasiswa. Kita perlu menghilangkan stigma negatif terkait masalah kesehatan mental dan membangun kesadaran bahwa mencari bantuan bukanlah kelemahan.

Tragedi di Tanjungpinang harus menjadi titik balik. Kita tidak bisa lagi mengabaikan jeritan mahasiswa. Skripsi seharusnya menjadi proses pembelajaran yang memberdayakan, bukan beban yang mematikan. Mari kita bersama-sama menciptakan lingkungan akademik yang manusiawi, di mana setiap mahasiswa memiliki kesempatan untuk berkembang tanpa harus mengorbankan nyawa mereka. “Skripsi membunuh” seharusnya tidak pernah menjadi kenyataan.

(Penulis adalah Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Muslim Indonesia/Kandidat Doktor Pada Program Studi Pendidikan Vokasi Keteknikan Pascasarjana Universitas Negeri Makassar)

You Might Also Like

Sinjai Jangan Lupakan Bencana Tahun 2006!

Para Hakim Bermental Bobrok Kucar-Kacir Selamatkan Harta Karun Hasil Suap Miliaran

Etika dalam Era Digital: Menyikapi Tantangan dan Dilema Moral di Masyarakat

Kepemimpinan Berbasis Etika dalam Kesehatan Masyarakat, Tantangan dan Harapan

Imlek Bukan Perayaan Keagamaan

TAGGED: Opini
admin Maret 16, 2025 Maret 16, 2025
Share This Article
Facebook Twitter Copy Link Print
Previous Article Gubernur Sulsel Andi Sudirman Ajak Masyarakat Memakmurkan Masjid
Next Article Melinda Aksa Apresiasi PT Bosowa Energi Dukung Program Makan Bergizi Gratis
Leave a comment Leave a comment

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Sosial Media Kami

13.4k Followers Like
1.7k Followers Follow
182 Subscribers Subscribe

Berita Terbaru

Penggunaan Bahasa di Ruang Publik Makassar Bakal Diawasi Pemerintah
Sulsel Juli 8, 2025
Terdakwa Kasus Skincare Mira Hayatai dan Agus Salim Divonis 10 Bulan, Jaksa Siap Banding!
Hukum Kriminal Juli 7, 2025
62.538 Kepala Keluarga di Makassar Potensi Bebas Iuran Sampah
Sulsel Juli 7, 2025
Gebrakan Perumda Parkir Makassar di Bawah Kendali ARA Diapresiasi DPRD
Sulsel Juli 7, 2025
Makassar TodayMakassar Today
Follow US
© Makassartoday 2023.
  • Redaksi
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?