Makassartoday.com, Makassar – Anggota DPRD Kota Makassar, Adi Akbar, menyampaikan keluhannya terkait pengurangan nilai uang transportasi yang diberikan kepada peserta reses. Hal tersebut diungkapkannya dalam forum Rapat Paripurna DPRD Makassar menjelang penutupan sidang penyampaian rekomendasi terhadap LKPJ Wali Kota Makassar Tahun 2024, Selasa (27/5/2025).
Legislator dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengaku prihatin dengan penurunan jumlah uang yang diberikan kepada peserta reses, dari sebelumnya Rp100 ribu per orang menjadi hanya Rp50 ribu.
“Dulu waktu amplopnya Rp100 ribu, masyarakat sangat antusias. Tapi sekarang malah jadi beban bagi kami di lapangan. Jangan sampai masyarakat menyangka kami yang mengurangi, padahal ini bukan keputusan dewan,” ujarnya.
Adi menambahkan bahwa keluhan serupa juga disampaikan langsung oleh tokoh masyarakat dan lurah di daerah pemilihannya. Mereka mempertanyakan manfaat dari kegiatan reses jika fasilitas bagi peserta justru dikurangi.
“Masyarakat bilang, ‘mau makan apa kalau cuma segitu isinya?’ Ini bukan cuma soal nominal, tapi soal penghargaan terhadap partisipasi warga,” katanya sambil menyampaikan juga keluhan warga lainnya, seperti masalah pengerukan drainase.
Untuk itu, Adi meminta Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin dan Wakil Wali Kota Aliyah Mustika Ilham untuk meninjau kembali kebijakan tersebut, agar pelaksanaan reses di lapangan bisa berjalan lebih efektif dan tidak menurunkan kepercayaan masyarakat.
“Saya harap Pak Wali bisa melihat langsung kondisi ini dan memberi perhatian,” tuturnya dalam rapat.
Namun, sebelum Adi selesai menyampaikan seluruh unek-uneknya, Ketua DPRD Makassar Supratman memotong penyampaiannya. Ia menyebut persoalan teknis seperti itu sebaiknya dibahas dalam rapat internal, bukan di forum paripurna.
“Itu hal teknis. Nanti kita bahas di forum teknis selanjutnya,” ujar Supratman singkat.
Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin menyatakan bahwa kebijakan terkait reses bukan sepenuhnya berasal dari pemerintah kota, melainkan merupakan hasil dari instruksi yang dijalankan secara kolektif.
“Ini bisa diselesaikan melalui komunikasi yang lebih baik. Tidak semua kebijakan berasal dari Pemkot, kita jalankan sesuai arahan bersama. Kalau komunikasinya terbuka, pasti bisa ditemukan solusinya,” jelas Munafri saat ditemui usai rapat.
(**)