Pada kesempatan ini, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Makassar, Andi Zulkifly Nanda, menegaskan pentingnya penyiapan skema kerja sama investasi yang jelas dalam pengembangan Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) atau ducting sharing.
Menurutnya, proyek yang memungkinkan berbagai provider telekomunikasi menempatkan kabel dan utilitas lain dalam satu jalur bawah tanah ini tidak dapat lagi mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) semata, melainkan harus berbasis investasi pihak ketiga.
“Skema kerja sama dengan investor perlu dirancang matang. Kita harus menyiapkan mekanisme yang sesuai regulasi, apakah melalui retribusi atau pola sewa. Namun, berdasarkan regulasi terbaru, ada perubahan mendasar,” kata Zulkifly.
Ia menjelaskan, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 7 Tahun 2024 menjadi acuan baru. Regulasi ini menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak bisa lagi mengenakan biaya sewa atas ducting sharing karena infrastruktur yang dipakai untuk kabel optik harus terintegrasi dalam satu kesatuan.
Dengan aturan itu, perhitungan biaya tidak bisa lagi menggunakan sistem sewa, tetapi melalui retribusi daerah.
“Ini penting dicermati oleh seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terlibat, khususnya yang menangani ducting sharing,” ujarnya.
Zulkifly juga menekankan, perubahan kewenangan pengelolaan. Jika sebelumnya Dinas Tata Ruang menjadi leading sector dalam perhitungan sewa, kini sesuai Permendagri Nomor 7, pihak pemilik aset jalan menjadi penanggung jawab.
“Kalau berbicara soal jalan, tentu yang memegang kewenangan adalah Dinas Pekerjaan Umum (PU). Ini perubahan besar yang harus kita perhatikan,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa forum kerja sama dengan investor harus tetap dilaksanakan untuk memastikan mekanisme investasi dan retribusi sejalan dengan regulasi pusat.
“Makassar punya potensi besar di sektor telekomunikasi. Investasi fiber optik kita termasuk yang tertinggi, sehingga peluang masuknya banyak provider harus diatur dengan baik,” tuturnya.
Zulkifly mencontohkan pengalaman internasional sebagai referensi pengembangan. Dimana, di Singapura, ducting sharing memungkinkan beberapa pipa dalam satu jalur.
“Nilai investasinya memang lebih besar, tetapi hasilnya rapi dan efisien. Kita harus menyiapkan model serupa agar tidak ada lagi penggalian ulang di masa depan,” jelasnya.
Ia menegaskan, keberadaan ducting sharing di Makassar bukan hanya untuk estetika kota, tetapi juga untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan jaringan provider.
“Saat ini baru ada sekitar tujuh provider, namun ke depan jumlahnya bisa jauh lebih banyak. Karena itu, desain dan kapasitas ducting harus dipersiapkan sejak awal,” tutupnya.