“Dinas kesehatan harus memastikan bahan baku, proses masak, penyimpanan, dan kebersihan alat sesuai standar. Petugas harus mencuci tangan, memakai sarung tangan, dan berpakaian bersih,” jelasnya.
Dia menegaskan seluruh SPPG wajib mengantongi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS). Dari BGN sudah dikeluarkan instruksi agar penerbitan SLHS dipercepat.
“Targetnya satu bulan, bila perlu dua minggu. Dinas kesehatan harus jemput bola melakukan inspeksi,” tegas Budi.
Kemenkes telah menyederhanakan prosedur penerbitan SLHS agar bisa selesai maksimal 13 hari tanpa mengurangi standar.
Pemeriksaan meliputi kondisi dapur, kebersihan lingkungan, hingga sampel bahan makanan untuk trace back jika terjadi keracunan.
Untuk deteksi cepat, Budi meminta daerah memperkuat laboratorium kesehatan daerah dengan peralatan PCR untuk bakteri dan virus, serta toxicology lab untuk zat kimia.
“Kalau pakai kultur butuh waktu lama, jadi PCR wajib tersedia. Kami sedang menghitung biaya agar bisa menambah alat rapid test khusus bakteri dan kimia sebelum makanan didistribusikan,” paparnya.
Pengalaman Kemenkes dalam pengawasan katering jamaah haji, dengan sistem uji cepat sebelum makanan disajikan menjadi contoh yang ingin diterapkan pada program MBG jika anggaran memungkinkan.
Budi memastikan koordinasi lintas kementerian kini lebih solid. Kemenkes, Kemendagri, dan BGN sudah berkomitmen mempercepat pelaporan dan berbagi data.
“Semua puskesmas akan di-zoom bersama BGN untuk memastikan standar kebersihan dapur SPPG,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya edukasi dasar seperti cuci tangan sebelum makan, pengecekan alergi makanan (misalnya alergi udang), dan pemantauan gejala keracunan sesuai masa inkubasi.
“Setiap daerah harus siap. Gubernur, bupati, dan wali kota tentu tidak ingin kasus keracunan terjadi di wilayahnya,” saran Budi.
Sebagai langkah akhir, Budi menyebut sudah dibentuk Gugus Gerak Cepat yang dipimpin Kemendagri. Tim ini memastikan setiap kejadian keracunan ditangani secara terkoordinasi, mulai dari pelaporan hingga penindakan.
“Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota harus paham prosedur ini, karena keracunan makanan harus dicegah sedini mungkin,” ujarnya.
Dengan penerapan protokol ketat, percepatan sertifikasi SLHS, dan penguatan laboratorium, pemerintah pusat optimistis kasus keracunan pada program MBG dapat ditekan.
“Kerja sama seluruh pihak, dari sekolah, puskesmas, hingga pemerintah daerah adalah kunci menjaga keamanan pangan dan kesehatan anak-anak kita,” pungkas Budi.
(**)