Ia menambahkan bahwa pendataan yang akurat, valid dan up-to-date sangat diperlukan agar tidak ada warga yang tertinggal.
Kedua, Sekda menyebut perlu segera disepakati perjanjian kerja sama (PKS) antara Pemkot Makassar dan lembaga/lembaga terkait—termasuk di antaranya BPJS Kesehatan—untuk memastikan alur pembiayaan, pendataan dan layanan berjalan sinergis.
Ketiga, ia menegaskan pentingnya menjaga “kebersihan” anggaran untuk tahun 2026, khususnya di tengah informasi bahwa pendapatan daerah Kota Makassar akan dipotong sekitar Rp 500 miliar. Hal ini tentu harus menjadi pertimbangan serius bagi BPKAD dan OPD terkait agar anggaran untuk program jaminan kesehatan tidak terabaikan.
Lebih lanjut, Andi Zulkifly menyampaikan komitmen Pemkot Makassar terhadap pemenuhan PBI (Penerima Bantuan Iuran) dan pengusungan data PBI/JK melalui aplikasi yang terintegrasi.
“Kami menegaskan bahwa data tunggal dari Dinas Sosial menjadi pintu utama—tidak ada lagi data lain yang harus digunakan. Semua harus berbasis verifikasi dan pemadanan data (by-name by-address) agar valid dan akuntabel,” katanya.
Dalam kaitan teknis, pihak Dinas Kesehatan Kota Makassar memiliki tanggung-jawab antara lain mencakup pelaporan biaya pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan serta pemetaan peserta yang aktif maupun non-aktif.
Pemkot bersama BPJS Kesehatan telah melakukan rapat koordinasi untuk memastikan sinkronisasi data antara Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan & Catatan Sipil (Disdukcapil) dan Dinas Sosial.
Data UHC Kota Makassar
Pada awal 2023, tercatat cakupan peserta program JKN-KIS di Kota Makassar berada di kisaran 95,52 % dari total penduduk (sekitar 1.398.245 peserta dari 1.463.809 jiwa).
Pada Agustus 2024, Kota Makassar berhasil meraih penghargaan UHC Award dengan capaian kepesertaan mencapai 99,7 %. Namun demikian, Sekda mencatat bahwa keaktifan peserta, yakni peserta yang secara aktif membayar iuran atau menggunakan layanan—masih menjadi tantangan utama dan harus dioptimalkan.
Andi Zulkifly mengingatkan bahwa pencapaian angka UHC bukanlah akhir dari tugas pemerintah daerah, melainkan awal dari fase pemantapan. “Lokasi-rawan yang pendataannya belum lengkap, peserta PBPU yang belum tertangani, serta potensi pemangkasan anggaran daerah menjadi tantangan nyata. Semua ini membutuhkan koordinasi yang kuat antar OPD, validasi data yang disiplin dan alokasi anggaran yang terarah,” urainya.
Ia menutup dengan harapan bahwa seluruh perangkat daerah terkait, mulai dari Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Disdukcapil hingga BPJS Kesehatan – bisa bergerak bersama memastikan tidak ada rakyat Kota Makassar yang tertinggal dalam jaminan kesehatan.
