Sedangkan zona hitam, diperuntukkan bagi pasien yang datang dalam kondisi meninggal dunia, tanpa tanda-tanda kehidupan, dengan skor kesadaran (GCS) tiga dan tanpa denyut nadi.
Menurut dr. Nisa, dalam kondisi gawat darurat, rumah sakit tidak melihat status jaminan pasien terlebih dahulu, baik BPJS maupun umum, melainkan keselamatan.
“Yang kuning dan merah itu pasti kita tangani dulu. Administrasi menyusul. Jadi yang utama adalah kondisi medis pasien,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa RSUD Daya tidak pernah menolak pasien hanya karena persoalan jaminan kesehatan. Namun, jika pasien datang dalam kondisi tidak gawat darurat, maka sesuai prosedur akan diarahkan ke layanan kesehatan tingkat pertama.
Terkait pelayanan IGD, dr. Nisa mengakui bahwa pascarenovasi, waktu tunggu bisa terjadi. Namun, sistem prioritas tetap berjalan sesuai tingkat kegawatan.
“Pasien yang membutuhkan penanganan segera, seperti penurunan kesadaran dan membutuhkan ICU, pasti kita dahulukan,” katanya.
Setiap harinya, IGD RSUD Daya melayani rata-rata sekitar 50 pasien, yang terbagi dalam tiga shift pelayanan.
Pada pagi hari jumlah pasien berkisar belasan orang, sementara sore dan malam hari bisa mencapai 20 pasien per shift, terutama saat musim pancaroba dan musim hujan.
“Semua kasus gawat darurat, termasuk kecelakaan yang datang tiba-tiba, tetap menjadi prioritas utama. Yang paling penting adalah triase, bukan jaminannya,” pungkas dr. Nisa.
Diketahui, saat ini Pemerintah Kota Makassar, terus memperkuat jaminan akses layanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya kelompok miskin dan ekstrem miskin.
Melalui dua skema utama pembiayaan kesehatan, yakni Universal Health Coverage (UHC) Prioritas dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
(**)
.
