Makassartoday.com, Makassar – Program kolaborasi antara BBC Media Action dan Kabar Makassar yang digagas sepanjang tahun 2025 resmi memasuki penghujung rangkaian kegiatan. Program ini ditutup melalui kegiatan bertajuk “Rencana Tindak Lanjut: Penguatan Jurnalisme dan Teknologi untuk Ekosistem Informasi Tangguh Mis/Disinformasi di Indonesia Timur” yang digelar di Bikin-Bikin Creative Hub, Mall Nipah, Makassar, Rabu (17/12/2025).
CEO PT Kabar Group Indonesia, Upi Asmaradana, menyampaikan bahwaa kolaborasi ini merupakan kerja sama strategis antara dua institusi yang memiliki komitmen kuat terhadap isu perubahan sosial dan penguatan ekosistem informasi.
“Program ini kita mulai sekitar Maret 2025, setelah sebelumnya penandatanganan PKS dan MoU dilakukan di Jakarta pada Februari. Bagi kami, ini sebuah kolaborasi yang sangat strategis dan juga sebuah kehormatan karena BBC Media Action adalah lembaga internasional yang sangat kredibel,” ujar Upi.
Menurutnya, BBC Media Action melalui keahliannya telah memberikan kepercayaan kepada Kabar Makassar dan Kabar Group untuk menggagas gerakan pemberdayaan, kesetaraan, dan keterwakilan wilayah, khususnya di Indonesia Timur.
“Pemetaan yang dilakukan menunjukkan bahwa Indonesia Timur masih tertinggal jauh dibandingkan wilayah barat, khususnya Jawa. Ini tantangan besar di tengah kerentanan masyarakat di kawasan timur,” katanya.
Upi menambahkan, program ini juga mendorong peningkatan kapasitas media, jurnalis, aktivis, mahasiswa, dan akademisi agar lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi, termasuk kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
“Tantangannya memang infrastruktur digital di Indonesia Timur masih jauh dari harapan. Ini bukan hanya harapan Kabar Makassar atau Kabar Group, tetapi harapan masyarakat Indonesia Timur,” jelasnya.
Selama pelaksanaan program, tercatat sedikitnya lima hingga enam pertemuan offline yang digelar di Makassar, Ternate, dan Jakarta. Pertemuan tersebut melibatkan jurnalis, pengelola media, serta aktivis dari berbagai daerah seperti Papua, Maluku, Ternate, Manado, Sulawesi Tengah, Kendari, dan Sulawesi Selatan.
“Keluhan yang hampir selalu muncul adalah soal ketimpangan ekonomi, minimnya alokasi anggaran ke Indonesia Timur, keterbatasan infrastruktur digital, hingga persoalan perlindungan terhadap kerja-kerja jurnalis, termasuk tingginya angka kekerasan,” ungkap Upi.
Ia menilai lokakarya dan diskusi yang digelar dalam program ini diharapkan mampu menghasilkan rumusan-rumusan konkret sebagai tindak lanjut, selain produk nyata berupa lahirnya regulasi dalam bentuk peraturan wali kota.
“Dalam waktu sekitar tiga bulan kita bisa melahirkan perwali. Ini menurut saya luar biasa, karena pengalaman kami melahirkan perda Aksara Lontara saja membutuhkan waktu hingga tiga sampai empat tahun,” ujarnya.
Upi berharap kolaborasi ini tidak berhenti pada program yang telah berjalan, tetapi menjadi fondasi untuk kerja-kerja lanjutan dalam memperkuat ekosistem informasi yang tangguh terhadap misinformasi dan disinformasi di Indonesia Timur.
“Kita berharap ini menjadi kerja bersama yang berkelanjutan, karena tantangan di Indonesia Timur masih sangat panjang dan membutuhkan kolaborasi banyak pihak,” tutupnya.
Editor: Noya
