Makassartoday.com, Makassar – Di masa perkembangan teknologi yang sangat cepat, kecerdasan buatan (AI) menjadi hal yang biasa. Penggunaan perangkat ponsel yang luas, membuat kecerdasan buatan (AI) mulai menjadi hal yang sangat penting. Terutama di lingkungan kerja, AI bukan hanya menjadi keuntungan, tetapi juga menyebabkan tantangan yang harus kita selesaikan. Sebagai negara dengan jumlah penduduk peringkat empat di dunia, Indonesia harus mempersiapkan diri menghadapi konsekuensi yang berdampak perubahan teknologi ini.
Secara keseluruhan, kecerdasan buatan terbukti dalam menaikkan efektivitas kemampuan di industri. Di global industri, robot pandai menggantikan tugas-tugas rutin yang dilakukan secara instan. Seperti di bidang keuangan, kecerdasan buatan memfasilitasi perusahaan untuk melakukan analisis data menggunakan lebih cepat dan tepat, dan membuka peluang untuk terciptanya penemuan lebih lanjut.
Namun, apakah kita sudah siap apabila pekerjaan kita akan digantikan oleh teknologi? Menurut laporan McKinsey global Institute, sekitar 15% asal pekerjaan pada semua global diprediksi akan tergantikan otomatisasi pada tahun 2030. Pekerjaan yang dilakukan seperti, layanan informasi dan yang berkaitan dengan data dasar, memiliki peluang digantikan oleh AI.
Seperti yang sudah kita ketahui, kenyataannya di Indonesia sangat berbeda. Sektor yang dapat terpengaruh kecerdasan buatan adalah sektor informal dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, serta Menengah). Banyak pekerja pada sektor distribusi, termasuk di layanan ojek online. Gojek sudah menggunakan chatbot di software mereka guna menyampaikan layanan pelanggan yang lebih cepat serta efisien yang mungkin akan diganti oleh kendaraan otonom pada masa mendatang. Hal ini menyebabkan kekhawatiran masa depan bagi sebagian pekerja yang belum mempunyai keterampilan digital yang relatif..
Meskipun AI mempunyai banyak potensi yang baik, tetapitidak seluruh berjalan lancar tanpa ada tantangan. Satu hal yang cukup menantang adalah ketimpangan pada keterampilan. Di Indonesia, walaupun teknologi semakin berkembang, masih ada sebagian pekerja yang belum mahir mengikuti keadaan dengan perubahan. Dari berita yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), masih ada sejumlah pekerja yang belum mendapatkan manfaat dari pelatihan keterampilan digital atau teknologi, khususnya daerah terpencil. Di samping itu, kesenjangan distribusi teknologi merupakan tantangan yang wajib diatasi. Selain itu, usaha skala kecil serta menengah dan sektor tak resmi kerap kali terabaikan, bahkan dapat berdampak kesenjangan yaitu dampak adopsi teknologi.
Bagaimana caranya kita bisa siap menghadapi tantangan ini? Kerja sama antara pemerintah dan perusahaan swasta perlu ditingkatkan untuk merancang acara pelatihan keterampilan, terutama di bidang teknologi, data, serta kecerdasan buatan. Yang menarik adalah upaya perusahaan teknologi terpandang di Indonesia yang sekarang menyampaikan pembinaan coding atau pengembangan software secara cuma-cuma pada masyarakat. Seperti, dengan mengadakan acara pembinaan bagi warga guna meningkatkan kemampuan digital mereka. Penemuan ini tidak hanya ditujukan untuk perkotaan besar seperti Jakarta, melainkan di wilayah yang memiliki keterbatasan terhadap hal akses. Tanpa didukung oleh infrastruktur yang memadai, pekerja serta perusahaan kecil mungkin akan terhambat untuk berkembang dan mengikuti keadaan yang baik.
Sama pentingnya, kita perlu melihat AI sebagai teman kerja bukan sebagai ancaman. Di bidang kesehatan, walaupun kecerdasan buatan bisa mempercepat proses diagnosis penyakit, namun peran dokter sebagai penentu keputusan masih sangat di perlukan serta tidak dapat digantikan. Pada bidang pendidikan, walaupun pembelajaran digital memakai kecerdasan buatan semakin berkembang, hubungan antar manusia disebut penting dalam menyampaikan pemahaman serta merasakan proses belajar yang harusnya tidak diklaim seram, tetapi menjadi bahan yang dapat menaikkan kualitas hidup serta pekerjaan kita. Mempersiapkan diri melalui pendidikan dan latihan keterampilan, serta pembangunan infrastruktur yang lebih merata, kita bisa membuka peluang baru bagi semua masyarakat.
Di masa depan, lingkup kerja tidak hanya berkisar pada manusia serta teknologi, melainkan lebih pada kolaborasi keduanya demi mencapai tujuan terbaik secara bersamaan. Apabila kita sudah siap untuk menyesuaikan diri serta berkolaborasi, tidak perlu lagi kita cemaskan masa depan yang cerdas, tapi kita bisa menyambutnya dengan penuh optimis.
Penulis: Juang Alfarisi