“Namun berdasarkan fakta penyidikan yang didapat, tersangka RS, SDS, dan AP melakukan pengondisian dalam Rapat Optimalisasi Hilir atau OH yang dijadikan dasar menurunkan produksi kilang, sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya,” kata Qohar dikutip Selasa, 25 Februari 2025.
Kemuadian terangka sengaja menolak produksi minyak mentah di dalam negeri
Qohar mengatakan saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sengaja ditolak dengan berbagai fakta. Hal ini membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang harus dilakukan dengan cara impor.
Adapun modus penolakan yang dilakukan para tersangka itu antara lain:
Pertama, produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan oleh KKKS masih masuk range harga atau harga perkiraan sendiri (HPS).
Kedua, produksi minyak mentah KKKS ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dengan spek. “Faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai dengan spek kilang dan dapat diolah atau dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya,” kata Qohar.
Qohar menyebut atas tindakan itu kerja sama antara pemerintah dengan pihak KKKS untuk kerja pelaksanaan ini terbagi. Ada bagian minyak yang sebagian bagian KKKS dan sebagian bagian negara atau Pertamina. Namun, kualitasnya sama berdasarkan presentase yang disepakati.
Penolakan itulah yang menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor. Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.
“Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” ucap Qohar.
Qohar menerangkan saat KKKS mengekspor bagian minyaknya karena tidak dibeli oleh PT Pertamina, maka pada saat yang sama PT Pertamina mengimpor minyak mentah dan produk kilang.