Makassartoday.com, Makassar – Para atlet berprestasi asal Sulawesi Selatan yang berlaga di PON XXI Aceh–Sumut 2024 masih belum menerima bonus yang dijanjikan pemerintah provinsi. Medali telah diraih, nama daerah telah diharumkan, namun hingga pertengahan 2025, tak satu pun kepastian diterima. Bonus tidak dianggarkan dalam penjabaran APBD 2025, dan janji lisan dari melalui kepala dinas belum menjadi bukti nyata.
Andi Januar Jaury Dharwis, Dewan Pembina Pengprov Pertina Sulawesi Selatan salah satu cabang olahraga yang menyumbangkan 1 emas dan 5 perunggu menyatakan bahwa masalah ini tidak bisa lagi ditanggapi dengan diam. “Kita tidak bicara soal anggaran kecil. Kita bicara tentang penghargaan, komitmen, dan kehormatan terhadap perjuangan anak-anak daerah,” tegasnya.
Banyak atlet ragu bersuara karena khawatir dianggap menuntut. Padahal secara hukum, bonus adalah hak mutlak yang dijamin undang-undang, bukan kemurahan hati pemerintah.
Mengacu pada Pasal 60 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan: “Pemerintah Daerah memberikan penghargaan kepada atlet, pelatih, dan tenaga keolahragaan yang berprestasi di tingkat daerah, nasional, dan internasional.”
Tidak adanya alokasi dalam APBD bukan alasan pembenaran. Undang-undang tetap mewajibkan daerah menunaikan penghargaan itu, apalagi jika telah dijanjikan secara terbuka.
Januar menilai, DPRD wajib bertindak karena memiliki kewenangan yuridis dan politis untuk mengintervensi masalah ini. Hal itu berdasarkan Pasal 149 UU No. 23 Tahun 2014, DPRD memiliki Fungsi anggaran, pengawasan dan pembuatan kebijakan anggaran daerah.
“DPRD Sulsel bisa memanggil TAPD dan Dispora untuk mempertanyakan ruang alokasi bonus dari struktur fiskal 2025. Juga mendesak revisi penjabaran APBD 2025 agar bonus masuk sebagai mandatory spending. Jika perlu, membentuk Panitia Khusus (Panja) Bonus Atlet,” ucap Januar Jaury.
Memurutnya, para atlet dan pengurus cabor tidak harus diam. Selain mengajukan audiensi ke DPRD, atlet juga dapat melibatkan media agar publik tahu dan mendukung transparansi.
“Ingat Anda tidak sedang menuntut hadiah. Anda sedang memperjuangkan hak yang dijamin undang-undang,” tegasnya.
Sslain itu, kata Januar, dalam RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan 2025–2029, tertulis visi besar pembinaan prestasi olahraga sebagai bagian dari peningkatan daya saing daerah. Tapi ketika atlet juara nasional tak mendapat penghargaan, maka visi itu kosong dan tidak kredibel.
“Pemerintah tidak bisa bicara “membangun karakter melalui olahraga” sambil mengabaikan para pahlawan olahraga itu sendiri. Bonus atlet bukan sekadar angka. Ia adalah simbol komitmen pemerintah terhadap dedikasi, pengorbanan, dan harga diri daerah,” jelas Januar.
Lanjutnya, jika pemerintah menunda atau menghapus penghargaan itu, maka bukan hanya atlet yang terluka, tetapi legitimasi pemerintahan sendiri yang akan terkikis.
“Prestasi tidak menunggu anggaran. Apresiasi tidak boleh menunggu birokrasi. Jika hari ini negara abai, sejarah akan mencatat bahwa bukan atlet yang gagal membawa nama baik Sulawesi Selatan — tetapi pemerintahnya yang gagal menghargai juaranya,” kuncinya.
(**)