Makassartoday.com, Bantaeng – Ratusan buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) bersama Federasi Serikat Perjuangan Buruh Indonesia (FSPBI), menggelar aksi unjuk rasa di kantor DPRD Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel), pada Rabu (9/7/2025).
Aksi mereka terkait 350 buruh di PT Huady Nickel Alloy Indonesia dan anak perusahaannya yang dirumahkan sejak 1 Juli 2025, tanpa surat resmi dan tanpa upah.
“Kami menyatakan sikap tegas di hadapan publik dan DPRD Kabupaten Bantaeng atas berbagai pelanggaran hak dasar kami yang dilakukan oleh PT Huady Nickel Alloy Indonesia dan anak perusahaannya,” jelas Kordinator Aksi Maldo.
Maldo mengatakan, sejak akhir tahun 2024 hingga pertengahan 2025, gelombang ketidakadilan terus dihadapi para buruh, seperti PHK sepihak, UMP 2025 belum diterapkan serta upah lembur tidak dibayar sesuai ketentuan.
“Ada 350 buruh dirumahkan sejak 1 Juli 2025 tanpa surat resmi dan tanpa upah, dan serikat buruh dikesampingkan dari seluruh proses perundingan,” lanjutnya.
Memurutnya, persoalan ini bukan sekadar administrasi, melainkan bentuk nyata penindasan terhadap buruh di tengah industri yang dibanggakan pemerintah.
“Kami yang bekerja siang malam di tengah asap smelter, justru dikeluarkan begitu saja tanpa perlindungan, tanpa kejelasan,” sambungnya.
Sementara Rudi dari perwakilan buruh menambahkan, di tengah krisis ketenagakerjaan, masyarakat Bantaeng juga menghadapi krisis lingkungan.
“PT Huady telah terbukti melakukan pencemaran udara dan air, merusak sawah, pesisir, dan ruang hidup kami,” ungkapnya.
“Kami menyatakan bahwa DPRD Kabupaten Bantaeng tidak boleh tinggal diam. Lembaga ini dipilih untuk melindungi rakyat, bukan tunduk pada kepentingan modal,” tegas Rudi.
Dalam aksinya tersebut, para buruh menyampaikan lima tuntutan, yakni mendesak pembentukan Panitia Khusus (Pansus) DPRD untuk menyelidiki pelanggaran ketenagakerjaan dan lingkungan oleh PT Huady dan anak perusahaannya.
Mendesak perusahaan membayar seluruh hak buruh, termasuk gaji tertunda, upah lembur, dan pesangon sesuai ketentuan.
Meminta penghentian PHK dan perumahan sepihak yang dilakukan tanpa dasar hukum dan tanpa musyawarah. Segera berlakukan UMP tahun 2025 dan pastikan perusahaan patuh dan mendesak DPRD dan Pemda berpihak pada buruh dan warga, bukan hanya pada investasi dan pemilik modal.
“Kami berdiri hari ini bukan untuk mengemis belas kasihan. Kami datang untuk menuntut hak, membela kehidupan, dan memastikan masa depan yang lebih adil bagi semua buruh di Bantaeng dan Indonesia,” pungasnya.
Hingga berita ini dilansir, pihak perusahaan belum dapat dikonfirmasi perihal tuntutan para buruh.
Editor: Ibrahim