Ia menilai kehadiran KPK melalui rapat koordinasi ini memberikan pemahaman mendalam dan membuka wawasan seluruh jajaran pemerintah daerah.
“Ini salah satu bentuk upaya kita untuk melakukan pencegahan agar ada keseragaman berpikir antara eksekutif dan legislatif,” tuturnya.
“Materi yang dibawakan langsung oleh pimpinan KPK tadi sangat membuka pikiran dan wawasan kita tentang bagaimana merespons ancaman soal korupsi,” tambah dia.
Sementara itu, pimpinan KPK, Johanis Tanak menegaskan pentingnya peran edukasi dan pencerahan dalam upaya pencegahan korupsi di daerah.
Johanis menuturkan, kehadiran KPK bukan untuk menekan, melainkan memberikan pemahaman tentang arti dan cara mencegah korupsi agar sistem pemerintahan berjalan dengan baik, transparan, dan bertanggung jawab.
“Kami hanya memberikan pencerahan dan edukasi, bukan tekanan. Kami ingin Pemerintah Kota Makassar mampu menjalankan sistem pemerintahan dengan baik agar masyarakat percaya bahwa uang mereka dikelola secara benar,” ujarnya.
Wakil Ketua KPK itu juga menegaskan, bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pemerintahan di daerah mencakup dua unsur utama.
Yakni eksekutif (pemerintah kota) dan legislatif (DPRD) yang berfungsi sebagai satu kesatuan. Karena itu, keduanya harus bersinergi menjaga integritas dalam pengelolaan anggaran.
“Kami berharap seluruh dana yang berasal dari masyarakat maupun pusat dapat dikelola dengan baik tanpa tindakan tercela seperti suap, gratifikasi, atau pemerasan,” tuturnya.
“Pemerintahan yang bersih akan menumbuhkan kepercayaan publik dan membawa manfaat nyata bagi masyarakat,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya ketelitian, kecermatan, dan integritas dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemerintahan.
Dalam arahannya, Johanis menjelaskan bahwa regulasi dan aturan hukum diciptakan bukan untuk menakut-nakuti penyelenggara negara, melainkan sebagai pedoman agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik dan sesuai koridor hukum.
Dia menekankan bahwa yang membuat aturan hidup bukan sekadar undang-undang, melainkan bagaimana para pelaksana pemerintahan menafsirkan dan mengucapkan setiap kebijakan dengan tanggung jawab.
“Undang-undang tidak berbunyi, yang berbunyi itu mulut kita. Undang-undang adalah peraturan, dan kata dasar peraturan,” katanya.
“Artinya, kita yang mengatur dan menjalankan. Karena itu, kita harus teliti dan cermat dalam menjalankan tugas agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi,” lanjut Johanis.
Lebih lanjut, Johanis menjelaskan bahwa keberadaan KPK dalam forum-forum seperti ini bukan untuk menuduh atau menekan pihak legislatif maupun eksekutif.
Tapi, melainkan untuk memberikan edukasi dan penguatan pemahaman antikorupsi kepada seluruh penyelenggara pemerintahan.
“Tugas kami mengingatkan, bukan menuduh. Tidak berarti ketika DPRD diundang untuk menghadiri kegiatan KPK lalu dianggap telah melakukan korupsi. Tidak demikian,” tegasnya.
Ia menambahkan, sesuai dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, subjek hukum yang dimaksud adalah setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan keuangan negara, bukan hanya pejabat atau lembaga tertentu.
Ditegaskan, undang-undang tidak melihat lembaganya, tetapi setiap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang dan menguntungkan dirinya atau orang lain hingga merugikan keuangan negara.