Presiden menilai praktik korupsi di sektor sumber daya alam bukan hanya tindakan serakah, tetapi bisa tergolong subversi ekonomi terhadap negara. Ia menyebut kasus korupsi CPO sebagai contoh nyata bagaimana kekayaan bangsa dieksploitasi tanpa memperhatikan kepentingan nasional.
“Ini bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga tidak manusiawi karena akibatnya rakyat kesulitan minyak goreng dalam waktu lama,” tegasnya.
Dalam kasus korupsi CPO ini, uang Rp 13,2 triliun merupakan pengganti kerugian negara dari tiga korporasi besar, yakni Permata Hijau Group, Musim Mas Group, dan Wilmar Group.
Ketiganya dijatuhi hukuman membayar uang pengganti total Rp 17,7 triliun, dengan sisa pembayaran masih ditanggung dua grup yang belum melunasi kewajibannya.
Sumber: BeritaSatu.com