Di samping itu, Nasir mengatakan jenis pelanggaran dan sanksi netralitas ASN selama proses penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) terus disosialisasikan oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN). Sebagai contoh adanya press release BKN terkait jenis pelanggaran dan sanksi netralitas ASN selama Pemilu 2024 pada 2 Februari 2024 lalu. Setiap laporan dugaan pelanggaran tersebut kemudian diproses oleh kementerian/lembaga yang masuk dalam satuan tugas (satgas), netralitas ASN yakni BKN, Kementerian PAN RB, Kementerian Dalam Negeri, Bawaslu, dan KASN.
“Kekhawatiran para Pemohon atas ketidaknetralan ASN dalam kontestasi pemilihan umum yang pada gilirannya akan menghasilkan ASN yang tidak profesional, tidak berintegritas, dan tidak memegang prinsip meritokrasi, tentunya menjadi hal yang tidak diinginkan. Tidak hanya oleh Para Pemohon, namun sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, pengawasan netralitas ASN tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini BKN. Tetapi juga melalui partisipasi masyarakat untuk menyampaikan laporan apabila ditemukan adanya kegiatan yang mengindikasikan ketidaknetralan ASN dalam pelaksanaan pemilihan umum maupun pilkada,” kata Nasir.
Kemudian, menurut Nasir, untuk menjaga profesionalisme, integritas, dan keteguhan dalam memegang prinsip meritokrasi ASN tentu harus dilakukan secara bersama-sama, yang tentunya dengan adanya keterlibatan masyarakat secara luas termasuk para Pemohon. Dari laporan-laporan tersebut, pemeriksaan akan dilakukan oleh tim untuk memverifikasi dan kemudian dijatuhkan sanksi terhadap ASN tersebut apabila benar terbukti melakukan pelanggaran. Di samping itu, DPR menyatakan dihapusnya KASN dan pengalihan tugas dan fungsinya ke kementerian jelas bukan merupakan bentuk kemunduran pelaksanaan reformasi birokrasi.
Sebaliknya, hal ini merupakan bagian dari upaya percepatan penataan manajemen ASN yang mampu mendukung pelaksanaan program pembangunan nasional menuju Indonesia Emas Tahun 2045 di tengah berbagai tantangan pelaksanaan pembangunan itu sendiri.