Bahkan style penulisan angka bisa beda-beda. Marsudi mencontohkan penulisan angka 4. Ada yang menulisnya seperti kursi terbalik, atasnya terbuka, ada yang atasnya tertutup.
“OCR akurasinya masih 99%. Jadi masih ada kemungkinan 1% error. Tapi kalau dipakai di lapangan itu bisa lebih rendah lagi. Paling tinggi itu 93%. Jadi kemungkinan ada 7% salah OCR merubah gambar menjadi angka,” tegasnya.
Problem kedua, sambung Marsudi, dari sisi kamera. Sirekap mobile diinstal di masing-masing handphone (hp) KPPS. Seperti yang kita ketahui, merk hp berbeda-beda kualitasnya. Akibatnya terjadi perbedaan pada form C1. Ada yang jelas, ada yang remang-remang, ada yang warna putih, dan ada yang kekuning-kuningan.
Masalah ketiga, problem kertas. Ketika kertas terlipat bisa menimbulkan kesalahan interpretasi OCR.
“Karena OCR ini bukanlah manusia yang bisa memperkirakan. Dia hanya patuh kepada training data. Jadi, sistem AI ini, dia diberikan data berbagai macam tulisan tangan kemudian dari tulisan tangan itu dia pelajari kemudian dia bisa melihat ini apakah angka 1, 2, 3 dan seterusnya. Tapi kalua kualitas gambarnya seperti ini, menjadi masalah. Tiga masalah ini menjadi sumber masalah yang menjelaskan kenapa ketika ditampilkan di web, antara angka dengan C1 bisa berbeda,” lanjutnya.